Penentuan karakteristik air limbah industri pengolahan biji kopi merupakan hal yang sangat penting, karena diperlukan untuk mengetahui tingkat pencemaran ataupun operasi penangulangannya, juga untuk menentukan desain pengolahan air limbah yang tepat terhadap karakteristik atau parameter yang akan dianalisa.
|
Water waste (source: commons.wikimedia.org) |
Berdasarkan karakteristiknya, maka parameter kualitas air limbah industri kopi ada tiga yaitu :
1. Parameter fisik yang meliputi suhu, warna, bau, dan rasa serta kekeruhan.
2. Parameter kimia yang meliputi kandungan zat organik, pH, BOD, COD, DO dan kesadahan.
3. Secara biologis yang cukup mengganggu, karena timbulnya bau yang tidak enak yang disebabkan proses pembusukan bahan-bahan organik oleh bakteri.
Suhu
Pengetahuan tentang suhu sangat penting, karena fluktuasi yang besar mempengaruhi kecepatan reaksi kimia dan menyebabkan permasalahan yang serius untuk pengembangan sistem perlakuan secara biologis. Suhu dari air limbah harus diukur secara langsung di lapangan dan penundaan pengukuran akan mendapatkan hasil yang tidak akurat (Mahida, 1992).
Warna
Warna air merupakan suatu parameter yang agak sulit untuk diukur secara obyektif. Warna kuning kecoklatan pada air merupakan hasil kontak antara berbagai bahan organik dan dekomposisinya. Penyebab warna air antara lain adalah tanin, gambut, planton dan berbagai macam logam seperti besi, mangan, tembaga dan chrom (Mark, Ketta, and Othmer , 1989).
Rasa dan bau
Rasa dan bau pada umumnya disebabkan oleh adanya bahan organik yang terurai, minyak yang dihasilkan oleh algae, senyawa fenol atau gas yang terlarut seperti H2S, CH4 dan mineral-mineral lain yang terlarut seperti klorida, sulfat, amonia dan garam-garam logam (Zajic, 1990).
Menurut Soeprapto (1993), bahwa hasil perombakan bahan-bahan organik, bagian tanaman yang membusuk (berbau seperti rumput ”grassy”), garam-garam mineral, besi oksida (Fe2O3) dan mangan merupakan penyebab rasa dan bau pada air.
Bahan Padatan
Padatan di dalam limbah cair pada umumnya dibedakan atas padatan total, padatan yang dapat mengendap, padatan yang dapat difiltrasi dan padatan tersuspensi. Padatan tersuspensi diartikan sebagai padatan yang tidak dapat difiltrasi. Padatan yang terlarut atau tersuspensi merupakan partikel yaang sangat halus di dalam cairan. Sebagian besar teknik penentuan yang standar untuk memisahkan padatan yang tidak dapat difiltrasi dari padatan yang dapat difiltrasi adalah dengan melewatkan cairan melalui membran filter yang halus, yang terbuat dari bahan gelas / kaca berserat. Padatan yang tidak terfiltrasi mampu melewati filter. Setelah disaring kemudian dipanaskan atau dikeringkan pada suhu 103 – 1050C, sehingga diperoleh berat kering total dari padatan tersuspensi (TSS) (Allen dan Mancy di dalam Ciacco,1993).
Benda padat tersuspensi mewakili satu per tiga sampai dua per lima dari seluruh benda padat, sedangkan benda padat yang terlarut mewakili tiga per lima sampai dua per tiga dari padatan total. Benda padat biasanya terdiri atas sepertiga bagian bahan organik dan dua pertiga bagian lainnya yang merupakan bahan anorganik. Pengetahuan tentang benda padat merupakan suatu penelitian yang penting dalam penanganan air limbah. Adanya benda padat merupakan petunjuk langsung dari kotoran yang dapat dibuang secara sedimentasi atau pengendapan sederhana, terutama benda-benda padat yang mempunyai densitas lebih besar dari air (Mahida, 1992).
Kekeruhan
Menurut Wardoyo (1996), kekeruhan tidak selalu berkorelasi dengan kadar padatan tersuspensi yang terdapat di dalam air. Hal ini disebabkan oleh pembauran dan penyerapan cahaya serta dipengaruhi oleh bentuk, ukuran dan indeks refraksi partikel yang melayang dalam air, tetapi tidak berkaitan langsung dengan bobot partikel padatan yang tersuspensi. Kekeruhan air adalah pencerminan sifat optik air yang menyebabkan cahaya dibaurkan, diserap dan ditransmisikan secara lurus melalui contoh air.
Kesadahan
Kesadahan air hampir seluruhnya ditentukan oleh adanya garam-garam kalsium dan magnesium dalam bentuk karbonat atau sulfat dan adanya karbonat bebas serta Natrium klorida yang dapat meningkatkan kesadahan air. Kesadahan air dinyatakan sebagai Kalsium karbonat (CaCO3)mg/l. Kesadahan air dibedakan menjadi dua yaitu kesadahan sementara atau kesadahan karbonat dan kesadahan tetap atau kesadahan non karbonat. Kesadahan karbonat disebabkan oleh karbonat dan bikarbonat dari ion kalsium dan magnesium sedangkan kesadahan non karbonat disebabkan oleh garam kalsium dan magnesium dalam bentuk garam-garam sulfat, klorida dan nitat. Berdasarkan kisarannya, tingkat kesadahan air dinyatakan dalam jumlah CaCO3 (mg/l) (Jenie dan Fardiaz, 1998).
Menurut Jenie dan Fardiaz (1998), bahwa kesadahan sementara atau kesadahan karbonat dapat dihilangkan dengan pemanasan, sedangkan kesadahan tetap atau kesadahan non karbonat tidak dapat dihilangkan dengan cara pemanasan, tetapi dapat dihilangkan dengan cara pengikatan terhadap logam (Chelating agent), seperti EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat acid) yang akan membentuk senyawa kompleks.
Air dengan kesadahan kurang dari 50 mg/l bersifat korosif, namun demikian air yang mempunyai nilai kesadahan antara 50 – 80 mg/l dianggap masih baik (Winarno, 1997).
Dissolved Oxygen (DO)
Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut merupakan parameter penting untuk menjamin keadaan aerobik dari suatu perairan yang menerima air limbah dan menentukan proses penanganan air limbah yang diperlukan. Apabila kadar oksigen terlarut yang ada di dalam perairan tinggi, menunjukkan bahwa di dalam perairan tersebut hanya terdapat sedikit bahaya pencemaran atau gangguan terhadapat lingkungan.
Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD mengukur jumlah oksigen yang diperlukan oleh sejumlah sampel limbah sebagai akibat aktifitas biologis yaitu dari stabilitas dekomposisi bahan-bahan organik oleh aktifitas mikroorganisme aerob. Nilai ini biasanya dinyatakan sebagai BOD akhir atau BOD5 hari. BOD akhir adalah oksigen yang dikonsumsi selama oksidasi total dari bahan-bahan yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) yang ada pada limbah. BOD5 adalah oksigen yang digunakan selama 5 hari pada suhu 200C untuk menguraikan fraksi yang dapat didegradasi secara biologis yang ada pada limbah. Nilai ini hanya merupakan suatu indeks yang menunjukkan jumlah bahan organik yang dapat diuraikan atau didegradasi (Giyatmi dan Irianto, 2000).
Menurut Fardiaz (1998), pengukuran selama 5 hari pada suhu 20oC ini hanya menghitung sebanyak 68 % bahan organik yang teroksidasi, tetapi suhu dan waktu yang digunakan tersebut merupakan standar uji karena untuk mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari, sehingga dianggap tidak efisien.
Chemical Oxygen Demand (COD)
Pengujian COD dimaksudkan untuk mengukur besarnya pencemaran akibat senyawa-senyawa kimia teroksidasi secara biologis. COD mengukur oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi fraksi-fraksi yang dapat didegradasi secara biologis dan tidak dapat didegradasi secara biologis dari limbah cair. Pengujian COD juga untuk mengukur senyawa organik yang tidak dapat diuraikan (Giyatmi dan Irianto 2000). Sedangkan menurut Rifa`i (1997), bahwa COD merupakan indeks kotoran air limbah yang menunjukkan pemakaian oksigen sewaktu zat-zat organik dapat dioksidasikan dengan menggunakan bahan kimia dan sebagai oksidator antara lain adalah Kalium bikromat (K2Cr2O7) atau Kalium permanganat (KMnO4).
COD merupakan indikator terhadap pencemaran air limbah suatu industri, disamping untuk menentukan kualitas air limbah. Batas maksimal nilai COD dalam air limbah untuk dibuang ke perairan umum atau sungai yang tidak membahayakan adalah 80 mg/l.
Reference
Ciaccio L.L., 1993. Water and Water Pollution. Handbook Marcel Dekker Inc. New York
Giyatmi dan Irianto. 2000. Teknik Sanitasi pada Industri Makanan, Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jurusan Teknologi Pangan. Universitas Sahid. Jakarta
Jenie dan S. Fardiaz. 1998. Pengolahan Air Buangan Industri. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Mahida, U.N. 1992. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. CV. Rajawali. Jakarta
Mark, H.F.J. Ketta and D.F Othmer. 1989. Enceclopedia of Chemical Techologis. Vol. 8, Intercience Publishers Jhon Willy and Sons Inc. New York
Rifa`i, A. 1997. Pengolahan Air Buangan Pabrik. Makalah Seminar Pengairan Pengendalian Pencemaran Air, Direktorat Jendral Pengairan. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta
Soeprapto, H.. 1993. Teknologi Air Minum. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Wardoyo. 1996. Metode Pengukuran Kualitas Air. Makalah Seminar Pengairan Pengendalian Pencemaran Air. Direktorat Jendral Pengairan. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta
Winarno, F.G. 1997. Air untuk Industri Pangan. PT. Gramedia. Jakarta
Zajic, J.E., 1990, Water Pollution Dispoal and Reuse, Marcel Dekker, Inc. New York