Monday 15 July 2013

Tinjauan Pustaka | Pewarna Makanan


Warna adalah persepsi yang dihasilkan dari deteksi cahaya setelah cahaya tersebut berinteraksi dengan objek (Lawless dan Heyman, 1998). Warna makanan sering menjadi indikator flavour dan rasa dari makanan tersebut (Downhan dan Collins, 2000). Menurut Fardiaz., dkk. (1987), banyak penelitian menunjukkan bahwa warna makanan besar sekali pengaruhnya terhadap kesan/persepsi konsumen terhadap bau, flavour maupun tekstur.
Food Coloring (source: miasdomain.com)

Menurut Jenie, dkk. (1994), banyak penelitian menunjukkan bahwa warna makanan menjadi salah satu faktor yang menentukkan apakah makanan tersebut akan diterima atau ditolak oleh konsumen. Oleh karena itu, berbagai usaha diupayakan untuk mempertahankan agar makanan tetap mempunyai warna yang menarik. Salah satunya adalah dengan penambahan zat pewarna. Pewarna yang ditambahkan termasuk dalam kelompok aditif yang merupakan bahan yang ditambahkan dengan dicampurkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu (Winarno,1995).

Menurut Hendry dan Houghton (1996), warna yang ditambahkan pada makanan mempunyai beberapa tujuan, antara lain :
Mempertegas warna yang telah ada pada makanan, tetapi kurang nampak seperti yang diharapkan untuk konsumen.
Meyakinkan kesergaman warna makanan dari proses ke proses.
Mempertahankan kenampakan asli makanan, karena warna makanan tersebut dipengaruhi oleh proses.
Untuk memberi warna pada makanan sebagai identifikasi produk, misalnya kuning pada lemon.

Wednesday 3 July 2013

Peran Sodium dan Potassium dalam Timbulnya Hipertensi, Stroke dan Penyakit Kardiovascular

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk penyakit kardiovaskuler (CVD) dan artherosklerosis. Hubungan yang kuat terjadi pada tekanan darah dan terjadinya stroke serta penyakit pada arteri jantung atau biasa disebut sebagai penyumbatan pembuluh arteri. Konsumsi sodium,potassium,kalsium,komposisi asam lemak dan obesitas merupakan faktor yang berkontribusi didalam menyebabkan timbulnya hipertensi (Chang,2006).Penelitian Ogden et al., (1999) menyebutkan bahwa konsumsi tinggi sodium berhubungan dengan peningkatan resiko kematian akibat jantung, dilain pihak penelitian Bazzano et al., (2001) konsumsi potassium tidak berkorelasi dengan resiko penyakit jantung.

Terdapat 2 jenis potasium yang biasa dikonsumsi yaitu Potasium chloride dan Potassium sitrat yang banyak terdapat pada buah-buahan dan sayuran.Pada penelitian He et al., (2005) dikeetahui bahwa pemberian dua jenis potassium yang berbeda (potassium chloride dan potassium sitrat) tidak memiliki efek yang berbeda dalam menurunkan tekanan darah pada subyek dengan hipertensi essensial.

Di negara asia,khususnya jepang penelitian prospektif selama 7 tahun menunjukkan hubungan yang positif antara konsumsi sodium dengan kematian akibat stroke,namun tidak dilaporkan adanya hubungan antara konsumsi sodium dan potasium dengan resiko jantung koroner .Menurut survey Ministry of Health,Labour and Welfare (2004) Kematian akibat stroke di negara jepang lebih tinggi dibandingkan dengan negara barat mungkin disebabkan karena makanan tradisonal jepang yang sering menggunakan saos kedelai,pasta kedelai dan asinan (salty pickles) menyumbang 74 % total konsumsi sodium. Berdasarkan penelitian INTERSALT,ekskresi sodium dalam 24 jam adalah 167-201 mmol/hari pada orang jepang sedangkan pada orang amerika seesar 96-201 mmol/hari. Sedangkan ekskresi potassium orang jepang berkisar 41-46 dan orang amerika 23-52 mmol/hari (Umesawa et al.,2008)

Untuk meneliti hubungan antara sodium dan potassium dengan resiko peyakit jantung sangatlah penting bagi public health di jepang. Maka pada penelitian Umesawa et al., (2008) ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara konsumsi sodium dan potassium terhadap resiko kematian akibat stroke,subtipe stroke,penyakit jantung dan total penyakit jantung pada orang jepang laki-laki dan perempuan.
Stroke (source: strokecenter.org)

Penelitian Umesawa et al.,(2008) ini dilakukan pada tahun 1988 sampai dengan 1990 secara kohort pada 110792 subyek usia 40 – 79 ini menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi sodium dengan kematian akibat intraparenchymal hemorrhage. Selain itu,setiap kenaikan 100-mmol konsumsi sodium meningkatkan kematian akibat total stroke sebesar 83 %.

Berdasarkan analisis multivariat pada penelitian ini diketahui pula bahwa konsumsi sodium dan potasiium secara berkebalikan berhubungan dengan terjadinya penyakit kardiovaskular. Kenaikan konsumsi potassium menurunkan kematian akibat jantung koroner. .Khaw et al., (1987) dalam umemura et al., mengemukakan bahwa setiap kenaikan 10-mmol konsumsi potassium menurunkan resiko kematian stroke sebesar 40 %. Sedangkan konsumsi tinggi sodium meningkatkan secara signifikan kematian akibat penyakit kardiovaskular. Hal ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh J He et al., (1999) pada populasi amerika yang menyebutkan bahwa setiap kenaikan 100 mmol konsumsi sodium meningkatkan resiko insidensi stroke lebih tinggi sebesar 32 %.Berdasarkan penelitian ini juga terlihat bahwa kematian akibat total stroke,ischemic stroke,total penyakit kardiovaskular terlihat lebih tinggi pada subyek yang mengkonsumsi tinggi sodium dan rendah potassium serta tinggi sodium dan tinggi potasiium,namun tidak ditemukan pada subyek yang mengkonsumsi rendah sodium dan rendah potassium. Peran potassium dalam menurunkan kematian akibat penyakit kardiovaskular juga dilakukan oleh Chang etal., (2006) di taiwan. Penelitian ini menggunakan metode kohort dimana penelitian ini melihat perjalanan penyakit dari tahun 1995 hingga tahun 1999 pada subyek yang mengkonsumsi garam standar,yaitu garam yang mengandung 99,6 % sodium chloride dan 0,4 % zat additive sebagai kelompok kontrol yang teragi dalam dapur 1,3 dan 5 ,serta subyek yang mengkonsumsi garam yang diperkaya dengan potassium,yaitu dengan kandungan 49 % sodium chloride dan 49% potassium chloride.Subyek ini merupakan kelompok eksperimental yang terbagi dalam dapur 2 dan 3.

Pemberian garam yang diperkaya dengan potasium awalnya dicampur dengan garam reguler dengan perbandingan 1 sampai 3 diawal minggu kemudian ditingkatkan dari 1:1 menjadi 1:3 selama minggu kedua dan ketiga. Sedangkan pemberian garam standar sama dalam setiap waktunya. Hasil pada penelitian ini yaitu ditemukan bahwa proporsi subyek yang meninggal karena CVD pada kelompok eksperimental lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol,yaitu pada kelompok eksperimental (27 meniggal;1310.0 per 100.000 orang setahun) sedangkan pada kelompok kontrol yaitu (66 meninggal;2140 per 100.000 orang setahun). Kematian non CVD tidak berbeda pada kedua kelompok. Selain itu pada kelompok eksperimental terlihat memiliki umur harapan hidup lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol.

Potassium sendiri merupakan ion intraseluler paling banyak dan keberadaannya diatur oleh Na+K+ATPase dalam membran plasma atau biasa disebut sodium pump atau Na+K+ pump.Sodium pump merupakan sistem transpor aktif yang bertanggung jawab untuk pemeliharaan transmembran gradien Na dan K. Gradien ini menyediakan energi untuk beberapa fungsi selular penting (misalnya, kontrol potensial membran, volume sel, dan pH). Ini mencakup sel-sel dalam pembuluh darah (misalnya, endotel sel, sel-sel otot polos, dan saraf adrenergik) dan dalam jaringan yang mengelilingi mereka (misalnya, infark otot, tulang otot, otak) (Haddy et al.,2006).Potassium ini berkebalikan dengan Natrium. Pada saat natrium tinggi dalam plasma maka kalium banyak ditemukan di dalam sel dan jika asupan potassium menigkat maka ekskresi natrium akan meningkat pula. Hal inilah merupakan salah satu mekanisme potassium dalam menurunkan tekanan darah dan mengurangi resiko penyakit jantung,stroke dan hipertensi. Mekanisme lain yaitu konsumsi tinggi potensium dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan pergantian Na+K+ATPase, menstimulasinya didalam sel otot vaskular dan sistem syaraf andregenik menghasilkan vasodilatasi otot-otot jantung. Selain itu peningkatan konsumsi potassium dapat meningkatkan produksi adrenal yaitu aldosteron,dimana aldosteron bekerja untuk mengatur keseimbangan Natrium Potassium di dalam tubuh (Haddy et al.,2006;Andy,2009;Adrogue dan Madras,2007). Penelitian He et al., (2005) menunjukkan pada individu yang mengkonsumsi potasium chloride dan potasium sitrat memiliki aktivitas renin atau aldosteron daripada kontrol.

Natrium sendiri merupakan ion yang banyak berada dalam plasma darah dan berfungsi mengatur permeabilitas sel serta pergerakan cairan,glukosa,insulin,dan asam –asam amino. Dengan demikian natrium menjadi unsur pokok dalam pengaturan keseimbangan asam basa,penghantaran impuls syaraf dan kerja otot. Jika Natrium jumlahnya berlebihan maka akan terjadi rasa haus yang merangsang untuk banyak minum. Cairan yang kita minum memang akan mengencerkan Natrium dalam plasma tetapi akibatnya volume Na dan cairan meningkat, dan apabila ginjal tidak segera dapat menghilangkan kelebihan cairan dengan natrium,maka akan membuat volume darah yang masuk ke jantung menjadi lebih besar,sehingga pada kasus hipertensi sangat beresiko terkena penyakit jantung karena beban kerja jantung yang terlalu berat,dan apabila pembuluh darah arteri tidak kuat,dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah dan menyebabkan stroke total atau iskhemik (Haddy et al.,2006;Andy,2009;Adrogue dan Madras,2007).

Untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah yang dapat beresiko terhadap serangan stroke dan penyakit jantung,diperlukan pengaturan khusus dalam konsumsi makanan. Oleh karena itu dikenal istilah DASH Diet (Dietary Approaches to Stop Hypertansion). Anjuran dari DASh Diet diantaranya adalah meningkatkan konsumsi sayuran dan buah-buahan, Peningkatan Potassium ditingkatkan dari rata-rata 2 gram menjadi 5 gram sehari, dan konsumsi rendah sodium dengan rata-rata konsumsi tidak lebih dari 1500 mg/hari (Haddy et al.,2005)

 
Conclussion

  1. Kenaikan konsumsi potassium menurunkan kematian akibat jantung koroner dan meningkatkan umur harapan hidup subyek CVD,sedangkan konsumsi tinggi sodium meningkatkan secara signifikan kematian akibat penyakit kardiovaskular
  2. Jenis Potassium tidak mempengaruhi tekanan darah
  3. Konsumsi potassium dapat meningkatkan aktivitas renin atau aldosteron.
  4. Pencegahan Hipertensi dapat dilakukan dengan pengaturan pola makan melalui DASH Diet
Reference

Adrogue J Horacio,Madias C Nicholas M.D,2007,Sodium and Potassium in the Pathogenesis of Hypertension,The New England Journal Of Medicine

Chang Yi-Hsing,Hu Whuei-Yu,Yue Jack Ching-Syang,Wen-Wen Yu,Yeh We-Ting,Hsu Li-San,Tsai Shin-Tsai,Pan Wen-Harn, Effect of potassium-enriched salt on cardiovascular mortality and medical expenses of elderly men, Am J Clin Nutr 2006;83:1289–96. Printed in USA.

Haddy J. Francis,Vanhoutte M Paul,Feletou Michel,2005, Role of potassium in regulating blood flow and blood pressure, Am J Physiol Regulatory Integrative Comp Physiol 290:546-552, 2006. doi:10.1152/ajpregu.00491.2005

He Feng J, Markandu D Nirmala,Coltart Rosemery,Barron Jeffrey,MacGregor A.Graham,2005, Effect of Short-Term Supplementation of Potassium Chloride and Potassium Citrate on Blood Pressure in Hypertensives,Journal of American heart Association

Umesawa Mitsumasa,Iso Hiroyasu,Date Chigusa,Yamamoto Akio,Toyoshima Hideaki,Watanabe Yoshiyuki,Kikuchi shogo,Koizumi Takaaki,Inaba Yutaka,tanabe Noohito,Tamakoshi Akiko,The JACC Study Group,2008, Relations between dietary sodium and potassium intakes and mortality from cardiovascular disease: the Japan Collaborative Cohort Study for Evaluation of Cancer Risks, Am J Clin Nutr 2006;83:1289–96. Printed in USA.

Tuesday 18 June 2013

Tinjauan Pustaka | Parameter Penentuan Kualitas Air Limbah

Penentuan karakteristik air limbah industri pengolahan biji kopi merupakan hal yang sangat penting, karena diperlukan untuk mengetahui tingkat pencemaran ataupun operasi penangulangannya, juga untuk menentukan desain pengolahan air limbah yang tepat terhadap karakteristik atau parameter yang akan dianalisa. 
Water waste (source: commons.wikimedia.org)
 
Berdasarkan karakteristiknya, maka parameter kualitas air limbah industri kopi ada tiga yaitu :

1. Parameter fisik yang meliputi suhu, warna, bau, dan rasa serta kekeruhan.

2. Parameter kimia yang meliputi kandungan zat organik, pH, BOD, COD, DO dan kesadahan.

3. Secara biologis yang cukup mengganggu, karena timbulnya bau yang tidak enak yang disebabkan proses pembusukan bahan-bahan organik oleh bakteri.
 
Suhu

Pengetahuan tentang suhu sangat penting, karena fluktuasi yang besar mempengaruhi kecepatan reaksi kimia dan menyebabkan permasalahan yang serius untuk pengembangan sistem perlakuan secara biologis. Suhu dari air limbah harus diukur secara langsung di lapangan dan penundaan pengukuran akan mendapatkan hasil yang tidak akurat (Mahida, 1992).
 
Warna

Warna air merupakan suatu parameter yang agak sulit untuk diukur secara obyektif. Warna kuning kecoklatan pada air merupakan hasil kontak antara berbagai bahan organik dan dekomposisinya. Penyebab warna air antara lain adalah tanin, gambut, planton dan berbagai macam logam seperti besi, mangan, tembaga dan chrom (Mark, Ketta, and Othmer , 1989).
Rasa dan bau

Rasa dan bau pada umumnya disebabkan oleh adanya bahan organik yang terurai, minyak yang dihasilkan oleh algae, senyawa fenol atau gas yang terlarut seperti H2S, CH4 dan mineral-mineral lain yang terlarut seperti klorida, sulfat, amonia dan garam-garam logam (Zajic, 1990).

Menurut Soeprapto (1993), bahwa hasil perombakan bahan-bahan organik, bagian tanaman yang membusuk (berbau seperti rumput ”grassy”), garam-garam mineral, besi oksida (Fe2O3) dan mangan merupakan penyebab rasa dan bau pada air.

Bahan Padatan

Padatan di dalam limbah cair pada umumnya dibedakan atas padatan total, padatan yang dapat mengendap, padatan yang dapat difiltrasi dan padatan tersuspensi. Padatan tersuspensi diartikan sebagai padatan yang tidak dapat difiltrasi. Padatan yang terlarut atau tersuspensi merupakan partikel yaang sangat halus di dalam cairan. Sebagian besar teknik penentuan yang standar untuk memisahkan padatan yang tidak dapat difiltrasi dari padatan yang dapat difiltrasi adalah dengan melewatkan cairan melalui membran filter yang halus, yang terbuat dari bahan gelas / kaca berserat. Padatan yang tidak terfiltrasi mampu melewati filter. Setelah disaring kemudian dipanaskan atau dikeringkan pada suhu 103 – 1050C, sehingga diperoleh berat kering total dari padatan tersuspensi (TSS) (Allen dan Mancy di dalam Ciacco,1993).

Benda padat tersuspensi mewakili satu per tiga sampai dua per lima dari seluruh benda padat, sedangkan benda padat yang terlarut mewakili tiga per lima sampai dua per tiga dari padatan total. Benda padat biasanya terdiri atas sepertiga bagian bahan organik dan dua pertiga bagian lainnya yang merupakan bahan anorganik. Pengetahuan tentang benda padat merupakan suatu penelitian yang penting dalam penanganan air limbah. Adanya benda padat merupakan petunjuk langsung dari kotoran yang dapat dibuang secara sedimentasi atau pengendapan sederhana, terutama benda-benda padat yang mempunyai densitas lebih besar dari air (Mahida, 1992).

Kekeruhan

Menurut Wardoyo (1996), kekeruhan tidak selalu berkorelasi dengan kadar padatan tersuspensi yang terdapat di dalam air. Hal ini disebabkan oleh pembauran dan penyerapan cahaya serta dipengaruhi oleh bentuk, ukuran dan indeks refraksi partikel yang melayang dalam air, tetapi tidak berkaitan langsung dengan bobot partikel padatan yang tersuspensi. Kekeruhan air adalah pencerminan sifat optik air yang menyebabkan cahaya dibaurkan, diserap dan ditransmisikan secara lurus melalui contoh air.

Kesadahan

Kesadahan air hampir seluruhnya ditentukan oleh adanya garam-garam kalsium dan magnesium dalam bentuk karbonat atau sulfat dan adanya karbonat bebas serta Natrium klorida yang dapat meningkatkan kesadahan air. Kesadahan air dinyatakan sebagai Kalsium karbonat (CaCO3)mg/l. Kesadahan air dibedakan menjadi dua yaitu kesadahan sementara atau kesadahan karbonat dan kesadahan tetap atau kesadahan non karbonat. Kesadahan karbonat disebabkan oleh karbonat dan bikarbonat dari ion kalsium dan magnesium sedangkan kesadahan non karbonat disebabkan oleh garam kalsium dan magnesium dalam bentuk garam-garam sulfat, klorida dan nitat. Berdasarkan kisarannya, tingkat kesadahan air dinyatakan dalam jumlah CaCO3 (mg/l) (Jenie dan Fardiaz, 1998). 

Menurut Jenie dan Fardiaz (1998), bahwa kesadahan sementara atau kesadahan karbonat dapat dihilangkan dengan pemanasan, sedangkan kesadahan tetap atau kesadahan non karbonat tidak dapat dihilangkan dengan cara pemanasan, tetapi dapat dihilangkan dengan cara pengikatan terhadap logam (Chelating agent), seperti EDTA (Etilen Diamin Tetra Asetat acid) yang akan membentuk senyawa kompleks.

Air dengan kesadahan kurang dari 50 mg/l bersifat korosif, namun demikian air yang mempunyai nilai kesadahan antara 50 – 80 mg/l dianggap masih baik (Winarno, 1997).

Dissolved Oxygen (DO)

Dissolved Oxygen (DO) atau oksigen terlarut merupakan parameter penting untuk menjamin keadaan aerobik dari suatu perairan yang menerima air limbah dan menentukan proses penanganan air limbah yang diperlukan. Apabila kadar oksigen terlarut yang ada di dalam perairan tinggi, menunjukkan bahwa di dalam perairan tersebut hanya terdapat sedikit bahaya pencemaran atau gangguan terhadapat lingkungan.
 
Biological Oxygen Demand (BOD)

BOD mengukur jumlah oksigen yang diperlukan oleh sejumlah sampel limbah sebagai akibat aktifitas biologis yaitu dari stabilitas dekomposisi bahan-bahan organik oleh aktifitas mikroorganisme aerob. Nilai ini biasanya dinyatakan sebagai BOD akhir atau BOD5 hari. BOD akhir adalah oksigen yang dikonsumsi selama oksidasi total dari bahan-bahan yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) yang ada pada limbah. BOD5 adalah oksigen yang digunakan selama 5 hari pada suhu 200C untuk menguraikan fraksi yang dapat didegradasi secara biologis yang ada pada limbah. Nilai ini hanya merupakan suatu indeks yang menunjukkan jumlah bahan organik yang dapat diuraikan atau didegradasi (Giyatmi dan Irianto, 2000).

Menurut Fardiaz (1998), pengukuran selama 5 hari pada suhu 20oC ini hanya menghitung sebanyak 68 % bahan organik yang teroksidasi, tetapi suhu dan waktu yang digunakan tersebut merupakan standar uji karena untuk mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari, sehingga dianggap tidak efisien.


Chemical Oxygen Demand (COD)

Pengujian COD dimaksudkan untuk mengukur besarnya pencemaran akibat senyawa-senyawa kimia teroksidasi secara biologis. COD mengukur oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi fraksi-fraksi yang dapat didegradasi secara biologis dan tidak dapat didegradasi secara biologis dari limbah cair. Pengujian COD juga untuk mengukur senyawa organik yang tidak dapat diuraikan (Giyatmi dan Irianto 2000). Sedangkan menurut Rifa`i (1997), bahwa COD merupakan indeks kotoran air limbah yang menunjukkan pemakaian oksigen sewaktu zat-zat organik dapat dioksidasikan dengan menggunakan bahan kimia dan sebagai oksidator antara lain adalah Kalium bikromat (K2Cr2O7) atau Kalium permanganat (KMnO4).

COD merupakan indikator terhadap pencemaran air limbah suatu industri, disamping untuk menentukan kualitas air limbah. Batas maksimal nilai COD dalam air limbah untuk dibuang ke perairan umum atau sungai yang tidak membahayakan adalah 80 mg/l. 


Reference

Ciaccio L.L., 1993. Water and Water Pollution. Handbook Marcel Dekker Inc. New York

Giyatmi dan Irianto. 2000. Teknik Sanitasi pada Industri Makanan, Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Jurusan Teknologi Pangan. Universitas Sahid. Jakarta

Jenie dan S. Fardiaz. 1998. Pengolahan Air Buangan Industri. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Mahida, U.N. 1992. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. CV. Rajawali. Jakarta
 
Mark, H.F.J. Ketta and D.F Othmer. 1989. Enceclopedia of Chemical Techologis. Vol. 8, Intercience Publishers Jhon Willy and Sons Inc. New York

Rifa`i, A. 1997. Pengolahan Air Buangan Pabrik. Makalah Seminar Pengairan Pengendalian Pencemaran Air, Direktorat Jendral Pengairan. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta

Soeprapto, H.. 1993. Teknologi Air Minum. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Wardoyo. 1996. Metode Pengukuran Kualitas Air. Makalah Seminar Pengairan Pengendalian Pencemaran Air. Direktorat Jendral Pengairan. Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta

Winarno, F.G. 1997. Air untuk Industri Pangan. PT. Gramedia. Jakarta

Zajic, J.E., 1990, Water Pollution Dispoal and Reuse, Marcel Dekker, Inc. New York